Komunitas Pencinta Sugar Glider Indonesia Regional Semarang rutin
berkumpul di acara Car Free Day (CFD) untuk memperkenalkan hewan lucu
mirip tupai ini kepada masyarakat umum. Apa yang menarik?
SUGAR Glider, mungkin nama hewan tersebut masih asing bagi Anda.
Hewan kecil lucu berkaki empat ini memiliki mata hitam lebar, dengan
bulu berwarna abu-abu bergaris hitam, sekilas seperti seekor tupai. Para pencinta hewan ini di Kota Semarang tergabung dalam Komunitas
Pencinta Sugar Glider Indonesia (KPSGI) Regional Semarang. Mereka rutin
berkumpul di acara car free day Jalan Pahlawan setiap minggu pagi. Selain pada Minggu, komunitas ini juga kerap melakukan sosialisasi
mengenai sugar glider di depan kantor Dinas Sosial, Pemuda dan Olahraga
Kota Semarang.
”Kebanyakan masyarakat menganggap sugar glider itu tupai. Nah, kita
ingin menjelaskan kalau sugar glider berbeda dengan tupai,” kata Eprafas
Aditya, salah satu anggota KPSGI kepada Jawa Pos Radar Semarang. Perbedaan itu mulai dari warna bulunya yang abu-abu dan terdapat
garis warna hitam di tengah-tengahnya. Sedangkan tupai hanya berwarna
abu-abu saja. Selain itu, ekor sugar glider berbentuk bulat seperti
kucing lokal, sedangkan tupai ekornya mekar seperti bulu ayam. Selain memberikan informasi kepada masyarakat, KPSGI dibentuk untuk
melakukan sharing sesama anggotanya cara perawatan sugar glider mulai
dari pemberian makan, hingga pemotongan kuku. ”Sugar glider itu makanannya bubur bayi, kadang diselingi ulat
hongkong, jangkrik sama buah melon. Terus buat mandinya bisa disiram
pakai air atau cukup dilap aja pakai tisu basah lalu dikeringin pakai
tisu kering. Kukunya juga harus dipotong dan pemotongannya sama kok
kayak motong kuku manusia,” jelas pria yang akrab disapa Adit ini.
Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan hewan lucu ini memang lebih
banyak untuk pembelian makanan. Dalam seminggu, Adit mengaku bisa
mengeluarkan uang hingga Rp 50 ribu-Rp 100 ribu tergantung banyak
sedikitnya sugar glider yang dipelihara. Menurut pria penyuka binatang ini, selama memelihara sugar glider tidak ada kendala berarti yang dialaminya. ”Paling cuma digigit, buang air, dicakar, itu pun juga bukan duka sih
cuma kebiasaan hewan kan begitu. Kalau sukanya, sugar glider bisa
dibawa ke mana-mana, tempatnya kecil, mau ke mall kan juga nggak
kelihatan kalau bawa sugar glider,” jelasnya. Sugar glider milik Adit sendiri tidak pernah lepas dari jangkauannya.
Karena dari awal memang telah dibiasakan untuk selalu dipegang dan
hanya dilepas jika berada di dalam kamar. ”Keluarga sama temen-temen malah seneng sama sugar glider ini.
Soalnya dia kan lucu dan menggemaskan. Ya malah mereka penasaran pengin
pegang,” sambung Adit.
Selain memelihara, komunitas ini juga membuat peranakan sugar glider
untuk dijual. Komunitas ini menjual sugar glider kepada masyarakat guna
mengurangi pembelian sugar glider melalui pengepul yang mengambil di
alam liar. Sugar glider yang dijual berumur kurang lebih 2 bulan dengan
harga Rp 450 ribu-Rp 500 ribu per ekornya. ”Untuk dijual kita mewajibkan setelah umur 2 bulan, soalnya di umur
itu sugar glidernya masih dalam pendidikan karakter lah istilahnya.
Kalau jualnya besar kan kita nggak tahu sugar glidernya itu jinak atau
liar. Dijual dari umur 2 bulan ini memang biar sugar glidernya terbiasa
dengan kita sejak kecil,” tambah pria yang bergabung dengan KPSGI dari
awal ini.
Hingga sekarang KPSGI Regional Semarang yang dibentuk pada 2012 ini
memiliki kurang lebih 40 anggota yang berasal dari berbagai kalangan,
baik mahasiswa maupun para pekerja. Mereka juga banyak yang berasal dari
luar kota, seperti Tegal, Pekanbaru Riau, dan Brebes.
KPSGI sendiri merupakan komunitas yang berdiri sendiri tanpa kerja
sama dengan komunitas sejenis lainnya. Mereka memiliki pusat di Jakarta,
di mana anggota regionalnya tersebar di seluruh Indonesia, termasuk di
Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar